Taufiq Ismail merupakan angkatan pertama AFS Indonesia bersama Maulani dan lima pelajar lain. Saat itu, rombongan wong ndeso ini harus menempuh perjalanan dengan kapal laut selama sebulan sebelum mendarat di Amerika. Beruntung, Z.A Maulani kehilangan paspornya di kereta api dalam perjalanan dari Malang, sehingga ia tak perlu berlama-lama di laut. Dia menyusul dengan pesawat udara. Di Amerika, Taufiq mengaku sempat mengalami gegar budaya (culture shock). Pada 1956 itu, Taufiq untuk pertama kalinya melihat televisi,mesin penjual minuman otomatis, dan gedung-gedung pencakar langit. Ia tinggal di pedesaan di pinggiran Milwaukee.
Berikut adalah kutipan dari gambaran Taufiq Ismail ketika tiba di Amerika Serikat untuk mengikuti program AFS:
Pada suatu Ahad, April bulannya, 1996 tahunnya, meluncurlah aku Sepanjang Long Island Expressway, menyuruk di bawah East River, lalu menembus Manhattan. Inilah sebuah pulau dengan rimba beton dan baja Musim semi memasang putik daun hijau di ranting pepohonan taman kota terperangkap geografi dalam peta, pulau melekat pada benua, aku terpana mengenang empat puluh tahun yang lalu, bersama kawan-kawanku kami mendarat di dermaga 90, pelabuhan barat Manhattan itu di tepi Sungai Hudson, turun jangkarlah kapal Neptunia dari Italia. Ketika itu awal September, musim gugur 1956 baru akan bermula ini negeri baru sama sekali, pengalaman macam apa yang akan menanti anak-anak SMA Indonesia, bertujuh semua, menghadapi gegar budaya anak-anak Malang, Semarang, Solo, Pekalongan, Surabaya dan Jakarta menyebar ke berbagai kota, memasuki jaringan baru kehidupan mematangkan diri yang sangat muda dengan berbagai pengalaman